Asal-Usul Upacara Nadar
Pada zaman pertengahan, seorang mubaligh Islam bernama Syekh Angga Suto, yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan Emba Anggasuto datang ke Sumenep. Beliau berasal dari Cirebon, Jawa Barat, yang sebelum- nya dikabarkan berasal dari negara Arab/Persi. Tujuan kedatangan beliau ke Sumenep terutama untuk menyebarkan agama Islam. Namun, pada saat per- jalanan ke timur, ia melewati jembatan rantai, lalu ke selatan hingga tiba di sebuah pantai di desa Pinggir, Papas. Di pantai ini ketika air surut, ia melihat bekas telapak kaki yang sangat besar. Setelah beberapa hari pada bekas tela- pak kaki tersebut terjadi gumpalan garam. Dari peristiwa ini Syekh Angga Suto mengajarkan kepada masyarakat Desa Pinggir Papas mengenai cara membuat garam. Akhirnya kebiasaan membuat garam terus dilak-sanakan sampai sekarang. Masyarakat Sumenep menjadi terkenal sebagai penghasil garam.
Pada perkembangan selanjutnya, untuk menghargai jasa para leluhur dalam membuat garam tersebut, masyarakat Sumenep selalu mengadakan upacara selamatan atau syukuran atas panen garam yang membawa nikmat. Upacara ini disebut upacara nyadar atau nadar.
Tujuan Upacara Nadar
Tujuan upacara nadar ialah mengirim doa kepada leluhurnya karena dianggap sebagai orang pertama yang menurunkan kepandaian membuat garam kepada masyarakat Sumenep. Setiap bulan Maulud, sebelum hasil garam dipanen, secara rutin diadakan upacara nadar untuk mengenang, menghargai, dan menghormati arwah leluhur. Selain itu, tujuan upacara ini adalah siar agama Islam. Hal ini terlihat dari adanya bagian upacara yang berupa pembacaan naskah-naskah kuno. Naskah ini berisi ajaran Islam yang dapat dijadikan tuntutan hidup sehari-hari.
Persiapan Sebelum Upacara Nadar
Untuk menyambut upacara nadar, biasanya masyarakat Pinggir Papas melakukan persiapan, seperti melakukan rapat kampung yang terdiri dari se- sepuh-sesepuh desa. Pada kesempatan ini mereka membicarakan segala se- suatu yang berhubungan dengan upacara nadar, terutama mempersiapkan benda-benda pusaka yang akan digunakan pada saat upacara nadar.
Benda-benda pusaka ini dikeluarkan satu kali setahun setiap perayaan upacara nadar. Sebelum dipakai benda-benda tersebut dibersihkan dan dibuatkan sesajen. Bahkan, beberapa sesepuh melakukan puasa agar upacara berjalan dengan lancar. Benda-benda pusaka itu antara lain berupa tombak dan keris. Beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara nadar disiapkan pula piring keramik besar yang disebut panjang. Piring ini digunakan sebagai wadah makanan.
Pelaksanaan Upacara
Saat upacara
|
|
Tempat upacara
Pada dasarnya upacara nadar dilaksanakan pada tempat-tempat yang ada hubungannya dengan leluhur mereka yang telah menurunkan kepandaian membuat garam. Upacara nadar pertama dan kedua dilaksanakan di makam leluhur Syekh Angga Suto. Masyarakat yang bertempat tinggal di Sumenep pada umumnya sangat menghormati makam-makam leluhur mereka. Hal ini terlihat dari sikap mereka pada waktu ziarah ke makam-makam leluhur. Setiap pengunjung harus melepas sandal, setelah masuk makam kemudian duduk di samping makam dengan sopan untuk mengirim doa kepada leluhur. Mereka percaya bahwa barang siapa yang tidak menghargai makam para le- luhur, akan celaka dan selalu mendapat musibah. Upacara nadar ketiga di- laksanakan di rumah bekas kediaman Syekh Angga Suto. Bagi masyarakat Madura, rumah bekas kediaman para leluhur dianggap sakral dan harus di- jaga dengan baik. Di rumah-rumah leluhur ini semua barang pusaka milik desa disimpan.
Benda-benda dan alat upacara
Ada beberapa benda dan alat tertentu yang dipergunakan untuk upacara nadar pertama, kedua, dan ketiga. Keberadaan benda-benda dan alat ini dalam upacara nadar merupakan suatu keharusan karena sangat menentukan berhasil dan tidaknya upacara.
Perlengkapan upacara pertama dan kedua sama, yaitu bunga dan bedak
|
|
Benda upacara lain yang tidak kalah pentingnya adalah naskah-naskah kuno. Naskah-naskah ini mereka katakan sebagai naskah sakral yang usianya sudah ratusan tahun. Naskah kuno ini pun hanya dikeluarkan satu tahun sekali, yaitu pada saat upacara pembacaan naskah dalam upacara nadar ketiga. Pembacaan naskah secara rutin dilakukan di bekas kediaman leluhur mereka. Naskah-naskah tersebut adalah naskah sampurna sembah dan naskah jatiswara. Pada saat upacara, hanya bagian-bagian tertentu saja yang dibacakan, yaitu yang isinya berupa ajaran-ajaran Islam sehingga dapat di- jadikan panutan dalam hidup sehari-hari.
Benda-benda lain yang digunakan adalah tombak dan keris. Benda ini merupakan pelengkap sarana upacara dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar ketiga. Menurut mereka, benda-benda ini mempunyai kekua- tan gaib dan harus diperlakukan secara hati-hati. Keris dan tombak meru- pakan senjata yang mereka peroleh dari leluhur. Mereka hormat terhadap benda-benda tersebut, sehingga hanya sesepuh yang disebut rama yang boleh membawa dan mengeluarkan benda-benda ini dari tempat penyimpanan. Benda-benda ini juga disimpan di rumah bekas kediaman leluhur. Selain keris dan tombak, benda lain yang digunakan adalah bokor, pakinangan, dan kendi sebagai tempat air suci.
Pada upacara nadar ketiga, seorang dukun (pembaca doa) mengenakan pakaian khusus yang hanya dikenakan setahun sekali. Pakaian khusus ini disebut racuk sewu. Wujud pakaian adalah berlengan pendek dan divariasi dengan tembelan beberapa warna merah, coklat dan bintik-bintik merah, hi- tam, dan krem. Baju ini dilengkapi dengan blangkon atau tutup kepala dan sarung. Racuk sewu disimpan di rumah bekas kediaman leluhur dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar. Setelah upacara selesai pakaian racuk sewu tersebut disimpan kembali.
Proses Upacara
Upacara nadar pertama disebut upacara tabur bunga. Upacara nadar per- tama jatuh pada bulan Juni dan bertepatan dengan hari Jumat. Upacara dimu- lai pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Hampir seluruh masyarakat Pinggir Papas pergi menuju makam leluhur yang terletak di Desa Kebun Dadap. Mereka datang dengan membawa perlengkapan upacara yang dibu- tuhkan seperti kembang setaman untuk upacara tabur bunga dan selamatan. Setelah sampai di pemakaman, para pemuka adat utama sekitar 40 orang dengan mengenakan pakaian adat berupa jubah hitam, melakukan upacara tabur bunga di makam leluhur, di antaranya Syekh Angga Suto yang telah berjasa mengajarkan cara membuat garam. Upacara tabur bunga dilanjutkan dengan membacaan doa yang dipimpin oleh pemuka adat pertama dengan memakai jubah putih.
Setelah pemuka adat selesai mengadakan upacara tabur bunga dan doa, barulah semua masyarakat yang hadir secara bergilir melakukan doa di de- pan makam leluhur tanpa melakukan tabur bunga lagi. Setelah upacara sele- sai, mereka harus menginap di sekitar makam leluhur. Biasanya mereka menginap di rumah-rumah penduduk sekitar makam. Pada saat itu mereka memasak berbagai jenis makanan yang dibutuhkan untuk upacara selamatan esok harinya. Makanan yang dihidangkan saat itu adalah nasi, lauk ayam, te- lur, dan bandeng. Setelah selesai upacara, sisa makanan dibawa pulang dan dibagikan kepada tetangga yang tidak mampu atau tidak hadir saat upacara.
Upacara nadar kedua dilaksanakan sekitar bulan Agustus. Upacara na- dar kedua pada prinsipnya sama dengan upacara nadar pertama. Tempat upacaranya pun sama dengan upacara nadar pertama.
Upacara nadar ketiga dilaksanakan sekitar bulan September. Upacara dilaksanakan di bekas kediaman Syekh Angga Suto. Alasan dilaksanakan di tempat tersebut adalah sebagai upacara sekaran di bekas kediaman leluhur. Upacara ini dimulai dengan pembacaan doa oleh ketua adat dan diamini oleh peserta upacara. Setelah itu, dilanjutkan pembacaan naskah Jati Swara dan Sampurna Sembah. Kedua naskah tersebut dituliskan di atas daun lontar yang terus dipelihara hingga saat ini.
Keesokan harinya dilakukan upacara selamatan yang disebut upacara rasulan. Pada kesempatan ini para peserta upacara membawa makanan yang diletakkan di atas piring keramik (panjang). Pada makanan dibacakan doa kemudian dimakan bersama-sama di tempat upacara. Pada umumnya peserta upacara hanya memakan sedikit dan sisanya dibawa pulang. Makanan yang tersisa dibagikan kepada para tetangga yang tidak mampu dan anggota ke- luarga yang tidak hadir pada saat upacara. Tujuannya agar mendapat berkah dari upacara tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar
katakan kata-katamu