Unsur-Unsur Upacara Nadar dan Pemaknaannya
Upacara nadar dilaksanakan sebagai ungkapan terima kasih kepada Tu- han yang telah memberikan rezeki, yaitu panen garam. Pelaksanaan upacara tidak terlepas dari tempat upacara, saat upacara benda-benda dan alat upacara, serta orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. Sejum- lah instrumen ritual disajikan secara khusus sehubungan dengan upacara itu. Instrumen yang digunakan dalam upacara pertama dan kedua sama, yaitu bunga dan bedak serta kemenyan ditambah nasi dan lauk ayam, telur, serta bandeng. Bunga dan bedak digunakan untuk tabur bunga di makam leluhur. Hal ini sebagai simbol rasa terima kasih kepada leluhur, sedangkan kemen- yan merupakan parfum atau wewangian bagi arwah leluhur. Nasi sebagai simbol rezeki yang dihasilkan para petani garam. Ayam merupakan binatang yang bertelur sehingga masyarakat menganggap bahwa ayam merupakan simbol harapan supaya rezeki yang dihasilkan terus melimpah. Karena ayam yang disajikan utuh (pitik ndhekem) maka disebut ayam ungkul. Pemaknaan ini disesuaikan dengan kemiripan bunyi fonetisnya dengan tumungkul (ter- capai kehendak). Telur merupakan perwujudan rezeki yang dihasilkan dan bandeng merupakan binatang yang hidup di tambak begitu pula garam se- hingga hal ini sebagai simbol hasil panen.
Instrumen pada upacara nadar ketiga, yaitu nasi, telur, dan bandeng. Semua itu diletakkan di atas panjang (piring keramik asing). Simbol dari nasi, telur, dan bandeng sama dengan upacara nadar pertama dan kedua. Pir- ing keramik ini sebagai simbol tempat menyimpan rezeki. Piring keramik (panjang) dikeluarkan pada upacara ketiga karena sebagai simbol menyim- pan rezeki dan diharapkan hasil panen terakhir bisa ditabung, sedangkan pada panen pertama dan kedua hasilnya digunakan untuk makan dan kebu- tuhan sehari-hari. Naskah-naskah kuno yang dibacakan adalah naskah Sam- purna Sembah dan Jatiswara dan hanya bagian-bagian tertentu saja yang di- bacakan, yaitu yang isinya berupa ajaran-ajaran Islam sehingga dapat dijadi- kan panutan dalam hidup sehari-hari. Tombak dan keris, benda-benda ini, mempunyai kekuatan gaib dan harus diperlakukan secara hati-hati. Keris dan tombak merupakan senjata yang mereka peroleh dari leluhurnya. Keris dan tombak sebagai simbol kekuatan supaya terhindar dari gangguan para lelem- but.
Upacara dilakukan pada hari Jumat yang dimulai pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB karena masyarakat Sumenep mayoritas beragama Islam.
Sebelum upacara mereka melaksanakan Shalat Jumat terlebih dahulu. Dipilihnya hari Jumat karena hari tersebut dianggap hari baik dan suci.
Upacara nadar pertama dan kedua dilaksanakan di makam Syekh Angga Suto.
Dalam upacara tersebut para pemuka adat utama sekitar 40 orang yang mengenakan pakaian adat berupa jubah hitam. Mereka melakukan upacara tabur bunga di makam leluhurnya di antaranya Syekh Angga Suto. Jubah hi- tam ini menyimbolkan keheningan atau kesedihan. Upacara tabur bunga di- lanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh pemuka adat pertama dengan memakai jubah putih. Jubah putih ini menyimbolkan kesucian.
Dalam upacara nadar ketiga, pembaca doa mengenakan pakaian khusus yang disebut racuk sewu. Wujudnya berlengan pendek dan divariasi dengan tembelan beberapa warna merah, coklat, dan bintik-bintik merah, hitam, dan krem. Pakaian ini menunjukkan bahwa orang Madura senang dengan warna- warna. Warna-warna tersebut mempunyai simbol tersendiri. Warna merah sebagai simbol matahari yang menunjukkan adanya kehidupan. Warna cok- lat sebagai simbol tanah yang kita pijak. Warna hitam sebagai simbol musim penghujan. Secara logika warna hitam merupakan warna yang gelap sesuai dengan saat cuaca mendung. Warna krem sebagai simbol musim kemarau. Secara logika warna krem merupakan warna yang terang, dalam hal ini sama dengan keadaan alam pada saat musim kemarau. Bintik-bintik merah sebagai simbol musim pancaroba yaitu pergantian musim hujan dan kemarau. Secara logika warna bintik-bintik merah yang didasari warna hitam menunjukkan bahwa warna matahari merah dan warna langit mendung hi- tam.
Fungsi Spiritual
Rangkaian kegiatan upacara nadar ini merupakan luapan emosi manusia untuk mencari keselamatan dan ungkapan syukur kepada Tuhan. Aktivitas ini bersifat religi. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi kea- gamaan itu.
Dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, masyarakat desa Papas, Sume- nep, Madura bekerja sebagai petani garam. Mereka melaksanakan berbagai pengetahuan tradisionalnya dalam mengungkapkan syukur atas panen garam maupun menolak bahaya untuk menyelamatkan diri. Upaya tersebut diwu- judkan melalui upacara nadar. Ritus atau upacara ini, dalam satu sisi meru- pakan upaya manusia untuk mencari keselamatan atau kepercayaan diri, dan
di sisi lain dapat berfungsi menjaga kelestarian kosmos. Manusia dianggap sebagai replika dari makrokosmos. Oleh sebab itu, ia harus menjaga ke- hidupan, keseimbangan, dan keselarasan dengan mengadakan ritus atau upacara nadar.
Makrokosmos terdiri dari komponen yang berifat materi (alam kasad mata) dan nonmateri (alam ora kasad mata). Komponen bersifat materi ter- diri dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik (tanah, gunung, laut, sungai). Komponen nonmateri terdiri dari alam kelanggengan (lingkungan gaib posi- tif), yaitu Tuhan, roh-roh halus yang baik, dan alam lelembut (lingkungan gaib negatif). Manusia berada di tengah dan harus menjaga dua komponen tersebut (Moertjipto, 1987:56). Salah satu cara manusia untuk menjaga hubungan antara manusia dengan komponen makrokosmos adalah melaku- kan selamatan. Keempat alam yang termasuk komponen makro-kosmos tam- pak seperti bagan berikut.
Konsep keseimbangan inilah yang menjadi dasar perilaku manusia dalam melaksanakan upacara ritual atau selamatan. Secara vertikal, masyarakat desa Papas, Sumenep melakukan upacara nadar untuk mengung- kapkan rasa syukur kepada Tuhan dan memohon keselamatan. Hal ini juga untuk menjaga hubungan keselamatan dengan roh-roh halus yang berada di lingkungan positif, dan menghindarkan diri dari bahaya yang berasal dari roh-roh jahat yang berada di lingkungan negatif.
Secara spiritual, upacara nadar berfungsi sebagai media penghubung antara manusia dengan kekuatan lain (supra natural) yang ada di luar diri manusia. Upacara merupakan jembatan antara dunia fana dengan dunia kekal. Upacara nadar merupakan medium yang menghubungkan diri manu- sia dengan supra natural agar keselamatan tercapai. Keadaan selamat bagi manusia memiliki nilai penting karena dapat memberi ketentraman dan ke- bahagiaan dalam hidupnya. Oleh sebab itu, untuk memperoleh selamat manusia harus berorientasi kepada Tuhan dan bersikap hormat serta tidak melupakan leluhurnya, dalam arti ia selalu bersikap dan berbuat baik sesuai dengan aturan-aturan Tuhan. Tindakan upacara nadar merupakan salah satu usaha manusia dalam mencari keselamatan dan ketenteraman.
Fungsi Sosial
Upacara nadar berfungsi sebagai media sosial, yaitu dipakai untuk mengutarakan pikiran, pesan, kepentingan dan kebutuhan hajat hidup orang banyak. Pesan, harapan, nilai atau nasehat yang disampaikan melalui upacara itu mendorong masyarakat untuk mematuhi warisan dari para lelu- hurnya. Selain itu, upacara nadar berfungsi sebagai media interaksi sosial atau kontak sosial antar warga masyarakat, seperti memasak bersama, ken- duri atau selamatan dan warga masyarakat berkumpul bersama. Dalam upacara ini masyarakat dapat saling memupuk gotong royong satu sama lain. Hal ini terwujud adanya kebersamaan, integritas, solidaritas, dan komunikasi antara warga masyarakat. Dengan kebiasaan tersebut, mereka menjadi saling tahu, kenal, bertegur sapa, bergaul dan menjalin hubungan baik sehingga upacara tersebut bisa mengikat seseorang dalam kelompok sosialnya. Semua ini berkaitan dengan nilai-nilai dan norma yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya.
Upacara nadar juga berfungsi sebagai norma sosial dan pengendali sosial. Dalam pelaksanaan upacara nadar diperlukan adanya sesaji, yaitu nasi, ayam, telur, bandeng, bunga bedak, dan kemenyan. Sesaji ini merupakan norma atau aturan yang mencerminkan nilai atau asumsi apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam hubungannya dengan pelajaran sehingga dapat dipakai sebagai kontrol sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukungnya. Dalam simbol terkandung pesan dan nilai-nilai luhur yang ditujukan pada masyarakat Papas Sumenep khususnya para petani garam. Nilai, aturan, dan norma tidak hanya berfungsi sebagai pengatur perilaku antar individu dalam masyarakat, tetapi juga menata hubungan manusia den- gan alam lingkungannya terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai atau makna yang terdapat dalam simbol sesaji upacara nadar adalah salah satu mekanisme pengendalian sosial. Mekanisme ini sifatnya ti- dak formal, yaitu tidak secara tertulis, tetapi hidup dalam alam pikiran manusia, diakui dan dipatuhi oleh sebagian besar warga masyarakat. Pen- gendalian ini bersifat positif karena berisi anjuran dan arahan sebagai pedo- man perilaku warganya sesuai dengan kehendak sosial atau masya-rakatnya. Apabila dikaji lebih lanjut, dibalik upacara itu juga termuat nilai-nilai luhur yaitu motif menanamkan budi pekerti serta pengendali sosial bagi warga masyarakatnya. Motif-motif itu misalnya mengingatkan manusia pada kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati para leluhurnya. Nilai- nilai luhur adalah penting untuk pedoman perilaku dan kontrol sosial bagi warga masyarakatnya. Sebagaimana umumnya, masyarakat dapat terpelihara karena adanya pengendalian sosial yang mengatur pola tingkah laku warga masyarakat.
Simpulan
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan tiga hal berikut.
1) Masyarakat desa Papas, Sumenep Madura melestarikan tradisi yang di- wariskan oleh nenek moyangnya. Mereka bekerja sebagai petani garam dan selalu melaksanakan upacara nadar pada saat panen garam. Dalam satu tahun garam dapat dipanen tiga kali, yaitu bulan Juni, Agustus, dan September. Pelaksanaan upacara dan sesaji yang dihidangkan sesuai den- gan aturan-aturan yang telah ada. Upacara nadar ini bertujuan untuk menghormati para leluhur yang telah mengajarkan cara membuat garam dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
2) Nasib baik dan buruk manusia telah ditentukan oleh Tuhan, termasuk dalam hal pekerjaan. Begitu pula banyak sedikitnya panen garam telah ditentukan oleh Tuhan. Manusia hanya bisa berharap, doa, dan berikhtiar. Berikhtiar tidak hanya bersifat lahir, tetapi juga bersifat batin yang ber- dimensi spiritual keagamaan. Upacara nadar merupakan dimensi spiri- tual. Upacara nadar tersebut berfungsi spiritual karena sebagai media penghubung antara manusia dengan kekuatan lain (supra natural) yang ada di luar diri manusia. Upacara nadar merupakan jembatan antara dunia fana dengan dunia kekal. Upacara nadar merupakan medium yang men- ghubungkan diri manusia dengan supra natural agar keselamatan tercapai. Secara vertikal upacara nadar bertujuan untuk mengungkapkan rasa syu- kur kepada Tuhan dan memohon keselamatan serta menjaga hubungan keselamatan dengan roh-roh halus yang berada di lingkungan positif, dan menghindarkan diri dari bahaya yang berasal dari roh-roh jahat yang berada di lingkungan negatif.
3) Upacara nadar berfungsi sebagai media sosial, norma sosial, dan pengen- dali sosial. Upacara nadar berfungsi sebagai media sosial, yaitu dipakai untuk mengutarakan pikiran, pesan, kepentingan dan kebutuhan hajat hidup orang banyak. Pesan, harapan, nilai atau nasehat yang disampaikan melalui upacara itu mendorong masyarakat untuk mematuhi warisan dari para leluhurnya. Upacara nadar juga berfungsi sebagai norma sosial dan pengendali sosial. Dalam pelaksanaan upacara nadar diperlukan adanya sesaji yang merupakan simbol atau kode kebudayaan. Sesaji sebagai sim- bol mengandung norma atau aturan yang mencermin-kan nilai atau asumsi apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam hubungannya den- gan pelajaran sehingga dapat dipakai sebagai kontrol sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukungnya. Dalam simbol terkandung pesan dan nilai-nilai luhur yang ditujukan pada masyarakat Papas Sume- nep khususnya para petani garam. Nilai, aturan, dan norma tidak hanya berfungsi sebagai pengatur perilaku antar individu dalam masyarakat, tetapi juga menata hubungan manusia dengan alam lingkungannya teru- tama kepada Tuhan Yang Maha Esa.
0 komentar:
Posting Komentar
katakan kata-katamu