Bagi sebagian besar warga Pulau Madura, Jawa Timur, keberadaan dari situs makam Islam Asta Tinggi, sudah tidak asing lagi.
Ya, peninggalan sejarah yang menjadi sepenggal bukti dan cikal bakal para penguasa, yang terletak di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota Sumenep, tersebut sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan, baik itu untuk sekedar wisata religi atau belajar sejarah kekeuasaan para raja-raja Pulau Madura.
Asta Tinggi yang terletak dari arah barat daya kawasan kota Sumenep, sesuai dengan namanya yakni Asta yang berarti Makam dan Tinggi yang berarti terletak di tempat tertinggi. Dalam arti bebas sbermakna, sebuah komplek makam yang terletak di puncak bukit paling tinggi.
Yang lebih menarik, keseluruhan orang yang dimakamkan di Asta Tinggi, merupakan para raja, baik itu yang memerintah Pulau Madura atau Sumenep. Tidak hanya terbatas pada kalangan raja, keluarga raja dan para prajurit yang punya ikatan darah dengan raja, juga dimakamkan di komplek tersebut.
Menurut keterangan Bendara Ahmad, salah satu pemerhati makam Asta Tinggi, keberadaan situs yang berdiri sekira abad ke-16 Masehi tersebut, secara geografis terletak di areal perbukitan, terjal, dan penuh dengan bebatuan. Namun, masih ada beberapa keajaiban yakni adanya banyak pepohonan yang tumbuh rindang dan memberikan rasa sejuk, khususnya bagi para peziarah.
“Selain itu, keunikan dan arsitektur Asta Tinggi juga menjadi daya tarik spiritual yang cukup tinggi dan dikenal oleh masyarakat luas,” ujarnya.
Pria yang juga penulis buku berjudul Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya itu juga menjelaskan, bila dipandang dari jarak jauh, kemegahan dari Asta Tinggi mirip sekali dengan keraton. Dari sisi arsitektur dan hiasan yang ada, menjadi perlambang akan kejayaan kerajaan Sumenep tempo dulu.
Beberapa bagian bangunan yang masih ada, seperti pintu masuk yang ada di bagian tengah, memilik arsitektur kuat dan hampir sama dengan komplek makam yang ada di Pulau Jawa. Baik itu dari bentuk cungkup, punden dan ukiran yang ada di sekitar pintu masuk.
Belum termasuk komplek utama yang berisi makam para raja Sumenep, dari kejauhan nampak seperti masjid mewah dengan kubah yang dicat warna hijau. Arsitektur bangunan, sangat kental dengan nuansa Islam, termasuk juga mayoritas batu nisan yang dipakai.
“Asta Tinggi bukan hanya simbol kejayaan dari penguasa Sumenep terdahulu, tetapi juga sebuah komplek yang punya cita rasa seni arsitektur yang tak ternilai,” ungkap Akhmad.
Secara garis besar, komplek Makam Asta Tinggi sendiri dibagi atas dua bagian, yakni sisi barat dan timur, yang di dalamnya mempunyai beberapa perbadaan corak dan karekter yang cukup menonjol.
Untuk komplek makam sisi barat, menurut Akhmad dalam bukunya, lebih memiliki pola bangunan khas Jawa Mataram dan memiliki sebanyak tiga kubah. Di masing-masing kubah tersebut, terdapat beberapa raja yang dimakamkan, seperti Raden Ayu Mas Ireng, Pengeran Jimat dan Bendara Saud.
Sementara untuk komplek makam sisi timur, lebih memiliki pola bangunan perpaduan antara Arab, Cina, Eropa dan Jawa. Selain itu, juga lebih terbuka dan tidak ada cungkup, hanya ada beberapa makam yang lebih ditinggikan, untuk menandai kalau yang dimakamkan adalah raja. Adapun yang dimakamkan di sisi timur, antara lain Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
“Untuk jumlah makam yang ada, mencapai ratusan. Nah, sebagian besar yang di makamkan di Asta Tinggi adalah para raja,” tambahnya.
Keberadaan komplek Makam Asta Tinggi sendiri, tidak hanya menjadi sebuah pelajaran dan bagian sejarah yang sangat berharga. Di sisi lain, juga menjadi lahan untuk mencari nafkah bagi warga sekitar. Banyak warga yang mendirikan warung, serta berjualan keliling untuk melayani pengunjung.
Cuma, para pedagang yang ada disekitar tidak selalu memperoleh penghasilan yang maksimal, karena para pengunjung yang datang selalu musiman. Biasanya, bila malam Jum’at atau hari-hari tertentu seperti jelang bulan Ramadan dan Lebaran, pengunjung cukup padat. “Keberadaan makam ini, juga membuat ekonomi warga sekitar terbantu dengan bisa berjualan seperti ini,” tegasnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga, Kabupaten Sumenep, M. Nasir menyatakan bahwa komplek Makam Asta Tinggi merupakan aset, sekaligus andalan wisata dari Sumenep. Adapun jenisnya, selain termasuk dalam situs sejarah juga termasuk dalam wisata religi.
Dia juga berkomitmen untuk mengenalkan warisan leluhur tersebut, baik melalui promosi secara langsung dan tidak langsung. Paling tidak bertujuan, agar keberadaan Makam Asta Tinggi semakin dikenal masyarakat luas dan melegenda, hampir ke seluruh pelosok Nusantara.
“Komplek (Asta Tinggi) merupakan ikon pariwisata kita. Banyak makna yang terkandung di dalamnya, sehingga pantas untuk kita lestarikan dan dipromosikan,” tegasnya.
(Subairi/Koran SI/ful)
Ya, peninggalan sejarah yang menjadi sepenggal bukti dan cikal bakal para penguasa, yang terletak di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota Sumenep, tersebut sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan, baik itu untuk sekedar wisata religi atau belajar sejarah kekeuasaan para raja-raja Pulau Madura.
Asta Tinggi yang terletak dari arah barat daya kawasan kota Sumenep, sesuai dengan namanya yakni Asta yang berarti Makam dan Tinggi yang berarti terletak di tempat tertinggi. Dalam arti bebas sbermakna, sebuah komplek makam yang terletak di puncak bukit paling tinggi.
Yang lebih menarik, keseluruhan orang yang dimakamkan di Asta Tinggi, merupakan para raja, baik itu yang memerintah Pulau Madura atau Sumenep. Tidak hanya terbatas pada kalangan raja, keluarga raja dan para prajurit yang punya ikatan darah dengan raja, juga dimakamkan di komplek tersebut.
Menurut keterangan Bendara Ahmad, salah satu pemerhati makam Asta Tinggi, keberadaan situs yang berdiri sekira abad ke-16 Masehi tersebut, secara geografis terletak di areal perbukitan, terjal, dan penuh dengan bebatuan. Namun, masih ada beberapa keajaiban yakni adanya banyak pepohonan yang tumbuh rindang dan memberikan rasa sejuk, khususnya bagi para peziarah.
“Selain itu, keunikan dan arsitektur Asta Tinggi juga menjadi daya tarik spiritual yang cukup tinggi dan dikenal oleh masyarakat luas,” ujarnya.
Pria yang juga penulis buku berjudul Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya itu juga menjelaskan, bila dipandang dari jarak jauh, kemegahan dari Asta Tinggi mirip sekali dengan keraton. Dari sisi arsitektur dan hiasan yang ada, menjadi perlambang akan kejayaan kerajaan Sumenep tempo dulu.
Beberapa bagian bangunan yang masih ada, seperti pintu masuk yang ada di bagian tengah, memilik arsitektur kuat dan hampir sama dengan komplek makam yang ada di Pulau Jawa. Baik itu dari bentuk cungkup, punden dan ukiran yang ada di sekitar pintu masuk.
Belum termasuk komplek utama yang berisi makam para raja Sumenep, dari kejauhan nampak seperti masjid mewah dengan kubah yang dicat warna hijau. Arsitektur bangunan, sangat kental dengan nuansa Islam, termasuk juga mayoritas batu nisan yang dipakai.
“Asta Tinggi bukan hanya simbol kejayaan dari penguasa Sumenep terdahulu, tetapi juga sebuah komplek yang punya cita rasa seni arsitektur yang tak ternilai,” ungkap Akhmad.
Secara garis besar, komplek Makam Asta Tinggi sendiri dibagi atas dua bagian, yakni sisi barat dan timur, yang di dalamnya mempunyai beberapa perbadaan corak dan karekter yang cukup menonjol.
Untuk komplek makam sisi barat, menurut Akhmad dalam bukunya, lebih memiliki pola bangunan khas Jawa Mataram dan memiliki sebanyak tiga kubah. Di masing-masing kubah tersebut, terdapat beberapa raja yang dimakamkan, seperti Raden Ayu Mas Ireng, Pengeran Jimat dan Bendara Saud.
Sementara untuk komplek makam sisi timur, lebih memiliki pola bangunan perpaduan antara Arab, Cina, Eropa dan Jawa. Selain itu, juga lebih terbuka dan tidak ada cungkup, hanya ada beberapa makam yang lebih ditinggikan, untuk menandai kalau yang dimakamkan adalah raja. Adapun yang dimakamkan di sisi timur, antara lain Panembahan Sumolo dan Sultan Abdurrahman.
“Untuk jumlah makam yang ada, mencapai ratusan. Nah, sebagian besar yang di makamkan di Asta Tinggi adalah para raja,” tambahnya.
Keberadaan komplek Makam Asta Tinggi sendiri, tidak hanya menjadi sebuah pelajaran dan bagian sejarah yang sangat berharga. Di sisi lain, juga menjadi lahan untuk mencari nafkah bagi warga sekitar. Banyak warga yang mendirikan warung, serta berjualan keliling untuk melayani pengunjung.
Cuma, para pedagang yang ada disekitar tidak selalu memperoleh penghasilan yang maksimal, karena para pengunjung yang datang selalu musiman. Biasanya, bila malam Jum’at atau hari-hari tertentu seperti jelang bulan Ramadan dan Lebaran, pengunjung cukup padat. “Keberadaan makam ini, juga membuat ekonomi warga sekitar terbantu dengan bisa berjualan seperti ini,” tegasnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga, Kabupaten Sumenep, M. Nasir menyatakan bahwa komplek Makam Asta Tinggi merupakan aset, sekaligus andalan wisata dari Sumenep. Adapun jenisnya, selain termasuk dalam situs sejarah juga termasuk dalam wisata religi.
Dia juga berkomitmen untuk mengenalkan warisan leluhur tersebut, baik melalui promosi secara langsung dan tidak langsung. Paling tidak bertujuan, agar keberadaan Makam Asta Tinggi semakin dikenal masyarakat luas dan melegenda, hampir ke seluruh pelosok Nusantara.
“Komplek (Asta Tinggi) merupakan ikon pariwisata kita. Banyak makna yang terkandung di dalamnya, sehingga pantas untuk kita lestarikan dan dipromosikan,” tegasnya.
(Subairi/Koran SI/ful)
dari:http://news.okezone.com/read/
0 komentar:
Posting Komentar
katakan kata-katamu